Minggu, 05 November 2017

Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi

Profesi Akuntan
Menurut International Federation of Accountants, profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Jenis - Jenis Profesi Akuntan dan Peran Akuntan :
1.     Profesi Akuntan Publik (Public Accountants).
Akuntan publik atau juga dikenal dengan akuntan eksternal adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Seorang akuntan publik dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2.      Profesi Akuntan Intern (Internal Accountant).
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan manajemen. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern. 
3.      Profesi Akuntan Pemerintah (Government Accountants).
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
4.      Profesi Akuntan Pendidik.
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

Etika Profesi Akuntan
       Etika profesi merupakan karakteristik  suatu profesi yang membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah  laku para anggotanya. Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban  profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban  profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap  profesi.
     Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik  yang merupakan seperangkat prinsip­-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan  memiliki integritas dan kompetensi yang tinggi. Kode etik berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari:
1.    Prinsip etika terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
2.  Aturan etika kompartemen akuntan publik terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3. Interpretasi aturan etika. Interpretasi aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannnya.

Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia :
1.     Prinsip pertama – tanggung jawab profesi.
Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.      Prinsip kedua – kepentingan publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.      Prinsip ketiga – integritas.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur,dan integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil.
4.      Prinsip keempat – obyektivitas.
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.      Prinsip kelima – kompetensi dan kehati-hatian profesional.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.      Prinsip keenam – kerahasiaan.
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.      Prinsip ketujuh – perilaku profesional.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.      Prinsip kedelapanan – standar teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Sumber :
  • Hasan, Mudrika Alamsyah. 2009. Etika & Profesional Akuntan Publik. Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3 : 159-167.
  • Nurlan, Andi Besse. 2011. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Skripsi Universitas Hasanuddin.
  • Sigit, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern: Pendekatan Pemangku Kepentingan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
  • Widaryanti. 2007. Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan. Jurnal Vol 2 No.1 : 1-10.





Ethical Governance

Pengertian dan Fungsi Etika Pemerintahan
          Etika Pemerintahan (Ethical Governance) adalah suatu aturan atau pedoman bagi terwujudnya pemerintahan yang bermoral, bersih, efisien, dan efektif, serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk mendengarkan pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia maupun keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
        Fungsi etika pemerintahan adalah untuk mewujudkan good governance and clean government dalam organisasi pemerintahan. Hal ini merupakan tuntutan bagi terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna, berhasil guna serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan sistem akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan aturan hukum yang baik sesuai dengan penerapan atau tuntutan kebutuhan pada seluruh jajaran aparat negara yang dibimbing oleh norma, nilai-nilai, dan etika agama.

Good Corporate Governance
       Istilah corporate governance pertamakali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris pada tahun 1922 dalam laporannya yang bertajuk Cadbury Report (Sukrisno Agoes,2006). Mereka kemudian mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
    Good Corporate Governance (GCG) adalah upaya perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat peratuan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungaan,wewenang, hak dan kewajiban semua kepentingan dalam arti luas dan khususnya organ Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS), Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalam arti sempit.

Prinsip – prinsip GCG
Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKGCG) mengeluarkan pedoman umum GCG Indonesia yang berisi lima prinsip dasar sebagai berikut :
1.      Transparansi
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
2.      Akuntabilitas
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
3.      Tanggung jawab
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
4.      Independensi
Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5.      Kewajaran dan Kesataraan
Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Ciri-ciri Pemerintahan Yang Baik
Menurut Sadu Wasistiono (2012) ada beberapa ciri-ciri pemerintahan yang baik yaitu:
1.      Mengikutsertakan semua.
2.      Transparan dan bertanggung jawab.
3.      Efektif dan adil.
4.      Menjamin adanya supremasi hukum.
5.  Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus  masyarakat.
6.    Memperhatikan kepentingan masyarakat yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan.

Landasan Etika Pemeritahan Indonesia
Landasan etika pemerintahan Indonesia antara lain:
1.      Falsafah pancasila dan konstitusi/UUD 1945 Negara RI.
2.     TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas   korupsi, kolusi dan nepotisme.
3.    UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari   korupsi, kolusi dan nepotisme.
4.   UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian ( LN No. 169 dan tambahan LN No. 3090).
5.    UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dirubah dengan UU No. 3 tahun 2005 dan UU No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah.
6.      PP No. 60 tentnag disiplin pegawai negeri.

Sumber :
  • Ponijan. 2012. Penilaian Kinerja Dan  Komitmen Dalam Etika Pemerintahan. Jurnal Ekonomi Universitas Satyagama.
  • Shomad, Bukhori Abdul. 2011. Etika Pemerintahan : Kontribusi Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an Karya Sayyid Qutb. Jurnal Vol 22 No: 2.
  • Sigit, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern: Pendekatan Pemangku Kepentingan.Yogyakarta : UPP STIM YKPN.


Perilaku Etika Dalam Bisnis

Etika Bisnis
Etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Dan jika suatu bisnis melanggar aturan-aturan tersebut maka sangsi akan diterima.Dimana sangsi tersebut dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung.

Perkembangan Etika Bisnis
1.     Situasi dahulu.
Berabad-abad lamanya etika berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam Negara dan dalam konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.     Masa peralihan : tahun 1960-an.
Dalam tahun 1960-an terjadi perkembangan baru yang bisa dilihat sebagaimana persiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam decade berikutnya.Dasawarsa 1960-an ini di Amerika Serikat (dan dunia barat pada umumnya) ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa, penolakan terhadap establishment.
3.     Etika bisnis lahir di Amerika Serikat : tahun 1970-an.
Kelahiran etika bisnis di Amerika serikat pada pertengahan tahun 1970-an, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat.
4.      Etika bisnis meluas ke Eropa : tahun 1980-an.
Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis di Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya,sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib ditempuh.
5.      Etika bisnis menjadi fenomena global : tahun 1990-an.
Etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat.Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan, dan dikembangkan diseluruh dunia.Tanda bukti sifat global etika bisnis adalah didirikannya International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi  Sikap dan Perilaku Etis Akuntan :
1.     Faktor posisi / kedudukan.
Semakin tinggi posisi / kedudukan cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.     Faktor imbalan yang diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan /insentif).
Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya.
3.     Faktor pendidikan (formal, nonformal dan informal).
Sudibyo (1995) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan publik.
4.     Faktor organisasional (perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja).
Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan. Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.     Faktor lingkungan keluarga.
Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan sikap dan perilaku orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga).
6.     Faktor pengalaman hidup.
Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat.
7.      Faktor religiusitas.
Agama sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam individu.
8.      Faktor hukum (sistem hukum dan sanksi yang diberikan).
9.      Faktor Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya.

Pentingnya Etika Dalam Bisnis
Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro.
a.      Perspektif Makro.
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa.
b.      Perspektif Bisnis Mikro.
Dalam lingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan.Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik.

Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Pengendalian Diri.
Artinya, pelaku-pelaku bisnis masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2.      Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk  uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendi dikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3.      Mempertahankan Jati Diri.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang - ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4.      Menciptakan Persaingan Yang Sehat .
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis.
5.      Menerapkan Konsep "Pembangunan Berkelanjutan".
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.      Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencermarkan nama bangsa dan negara.
7.      Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar.
8.      Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antar Golongan Pengusaha.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah.
9.      Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Bersama.
10.  Memelihara Kesepakatan atau Menumbuhkembangkan.
11.  Menuangkan ke Dalam Hukum Positif .
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut.

Sumber :
  • Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
  • Fahmi Irham. 2014. Etika Bisnis. Bandung : Alfabeta.
  • Hariyanti. Tinjauan Tentang Etika, Hak dan Kewajiban Karyawan Dalam Perusahaan. Jurnal STIE-AUB Surakarta.
  • Hasan, Mudrika Alamsyah. 2009. Etika & Profesional Akuntan Publik. Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3 : 159-167.





Pendahuluan : Etika Sebagai Tinjauan

Pengertian Etika
       Pengertian etika dapat dibedakan antara “etika sebagai praksis” dan etika sebagai refleksi”. Etika sebagai praksis berarti apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan norma moral. Sedangkan etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
       Etika berasal dari kata yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau kebiasaan. Perpanjangann dari adat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.
       Ilmu etika tidak bias dikesampingkan dari ilmu fisafat, ini terlihat dari usaha-usaha dalam menafsirkan etika sering dilihat dari sudut pandang filsafat. Karena filsafat sering dianggap sebagai induknya ilmu etika. Ini sebagaimana dikatakan oleh K.Bertens bahwa, “Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia”.

Prinsip - Prinsip Etika :
a.       Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan mencakup pada keseimbangan dan tanggung jawab. Prinsip keadilan yang melahirkan keseimbangan dalam kehidupan dan dengan keadilan seseorang akan memiliki empati kepada orang lain sehingga ia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
b.       Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran akan melahirkan berbagai sikap yang terpuji, yaitu tidak menutupi cacat barang yang di jual, tidak melakukan penipuan dalam jual beli, tidak melakukan transaksi fiktif dalam jual beli, tidak mengambil riba dan tidak melakukan perbuatan sumpah agar barang yang dijual laku.
c.        Prinsip Kepercayaan (amanah)
Prinsip amanah adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga atau upah.

Menurut Suseno (1987) prinsip-prinsip etika diantaranya adalah sebagai berikut:
a.      Prinsip Keindahan (beauty).
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan.
b.      Prinsip Persamaan (equality).
Setiap manusia yang lahir memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang pada dasarnya adalah sama atau sederajat. Etika yang dilandasi oleh prinsip persamaan ini dapat menghilangkan perilaku diskriminatif (yang membeda-bedakan) dalam berbagai aspek interaksi manusia.
c.      Prinsip Kebaikan (goodness).
Prinsip kebaikan sangat erat kaitannya dengan hasrat dan cita-cita manusia. Apabila orang menginginkan kebaikan dari suatu ilmu pengetahuan, maka akan mengandalkan pada obyektivitas ilmiah, kemanfaatan pengetahuan, rasionalitas, dan sebagainya.
d.      Prinsip Keadilan (justice).
Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya.
e.      Prisip Kebebasan (liberty).
Kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang.
f.       Prinsip Kebenaran (truth).
Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan kepada masyarakat agar masyarakat merasa yakin akan kebenaran itu.

Jenis – Jenis Etika
Ada dua jenis etika yaitu :
1.   Etika Filosofis, dengan dua sifat yakni non-empiris dan praktis. Etika filosofis berisi studi mengenai apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh manusia. Nilai tersebut bersifat universal, ada pula yang bersifat partikular karena terikat ruang dan waktu.
2.   Etika Teologis, yakni etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis yang bersifat umum, bukan menurut agama tertentu saja.

Teori - Teori Etika :
Dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan etika teleologi.
a.      Etika deontologi
Istilah ‘deontologi’ berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Karena itu deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri.Dengan kata lain, tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
b.      Etika Teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.

Sumber :
  • Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
  • Fahmi, Irham. 2014. Etika Bisnis. Bandung : Alfabeta.
  • Fauzan dan Nuryana Ida. 2014. Pengaruh Penerapan Etika Bisnis Terhadap Kepuasan Pelanggan Warung Bebek H.Slamet di kota Malang. Jurnal. Volume 10 Nomor 1.
  • Ponijan. 2012. Penilaian Kinerja Dan  Komitmen Dalam Etika Pemerintahan. Jurnal Ekonomi Universitas Satyagama.
  • Sonny Keraf, A. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta : Kanisius.